Blogroll

Rabu, 23 November 2011

Your Strength is Your Weakness

Apapun kondisi kita, entah itu lemah, kuat, besar, kecil, tinggi, pendek, ternyata tidak menjadi halangan untuk dapat mengalahkan lawan. Selama kita dapat mengiklaskan jiwa dan raga untuk menghadapi keadaan apa adanya, apapun bentuknya, kita akan selalu dalam kondisi siap. Ikhlas terhadap diri sendiri.

Setelah ikhlas menerima kondisi apapun, selanjutnya adalah menerima serangan dengan iklas. Dalam konteks aikido, menerima disini adalah menyambut serangan lawan. Aikido membuat pemahaman baru terhadap reaksi kita terhadap serangan lawan. Tidak menahan, tidak pula menyerang. Tidak berkhayal, tidak juga memaksakan konsentrasi. Ikhlaskan hati menerima serangan.

Selanjutnya, tuntun lawan ke arah yang aman bagi dia dan bagi kita. Saat kita berhasil mengendalikan serangan, iklaskan lawan untuk menyerah. Ikhlas saat kita berada diatas.

Pemahaman tentang besarnya peran ikhlas dalam aikido kembali ditekankan sensei Imanul Hakim, guru besar Aikido aliran Aiki-kenkyukai, dalam kunjungan di dojo Aikido PTSI, lantai 4 gedung Surveyor Indonesia, 12 Mei 2010.

Pelajaran Sensei Hakim memutarbalikan fakta bahwa untuk menjadi ahli bela diri harus menjadi kuat. Dalam aikido semua itu harus dikoreksi ulang. Dengan aikido, ketidakberdayaan dan kelemahan seorang nenek menjadi sebuah kekuatan. Sebaliknya, kekuatan seorang pria dewasa menjadi kelemahannya. Kekuatan sesungguhnya muncul ketika dia sanggup ikhlas menerima keadaan dan menempatkan diri dengan tepat dan tidak berniat mengalahkan lawan dengan mengandalkan kekuatannya. Kekuatan terletak pada hati yang ikhlas dan bersyukur.

Selain mengajarkan penempaan fisik dan mental, aikido juga mengajarkan spiritual. Spiritual ini yang akan mengantar aikidoka, sebutan terhadap mereka yang belajar aikido, kepada pemahaman jurus-jurus aikido. Penguasaan jurus-jurus ini akan membawa kepada filosofi no enemy, tidak ada musuh. Musuh hanya muncul karena cara pandang yang salah terhadap seseorang. Musuh dalam konteks aikido adalah orang yang berusaha membuat ketidakseimbangan terhadap alam. Tugas dari aikidoka untuk menjaga harmoni alam ini. Lawan bukan untuk dihindari, lawan juga bukan untuk diserang, tapi untuk diharmoniskan.

Adanya lawan dalam latihan aikido adalah salah satu cara untuk memahami ikhlas melalui gerakan aikido. Ikhlas tidak hanya diucapkan saja, tapi harus dapat dibuktikan. Melalui gerakan-gerakan dasarnya, Aikido dapat mengukur keiklasan seseorang melalui reaksi tubuh. Pada dasarnya, kita dapat melihat hati seseorang dari reaksi tubuh. Sama halnya dengan melihat raut wajah seseorang kita dapat melihat apakah dia sedang senang, sedih, kecewa atau bahagia.

Sensei Hakim lebih menekankan pemahaman terhadap esensi aikido daripada sekedar mengejar penguasaan jurus-jurus. Jurus-jurus hanya jalan atau alat untuk mendapatkan prinsip dasar aiki, yaitu:

1. Fudo Genri/ Immovable principles, prinsip untuk menyatukan pikiran,hati & tubuh.

2. Kihon Genri/ Basic Principles, prinsip dasar dalam gerakan. ini adalah prinsip yang mendasari cara bergerak yang baik sesuai hukum Aiki.

3. Aiki Genri, prinsip dasar keselarasan energi. Ini adalah prinsip yang mendasari proses harmonisasi yang harus dilakukan pada saat menghadapi konflik.

Aiki Kenkyukai sendiri adalah komunitas praktisi aikido yang dalam latihannya berusaha mengkaji aspek filosofis dari aikido disamping teknis. Filosofi Aikido sarat akan filosofi kehidupan. Jika seseorang mulai mempelajarinya, maka ia akan mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dan dapat digunakan di dalam kehidupan sehari-hari dan bukan sekedar tehnik belaka. Pada akhirnya ia dapat menerima dengan ikhlas terhadap perbedaan-perbedaan yang terjadi disekelilingnya dan mensyukurinya.

sumber: www.aiki-kenkyukai.com

Selasa, 22 November 2011

Taubat Dan Istighfar

Syeikh Abul Hasan Asy-Asyadzily

Hendaknya cita-citamu berada pada tiga pokok:
1. Taqwa,
2. Taubat
3. dan Waspada.

Sedangkan pilar penegaknya melalui tiga hal pula:
1. Dzikir,
2. Istighfar
3. dan Diam: sebagai ubudiah kepada Allah Swt.

Sementara benteng tradisi ini melalui empat perkara:
1. Cinta,
2. Ridha,
3. Zuhud
4. dan Tawakkal.

Apabila Anda kehilangan taqwa dalam istiqamah, maka Anda jangan kehilangan taubat dan istighfar. Lemparkanlah dirimu di pintu keridhaan, dan lepaskanlah tujuan dan kehendakmu, bahkan melepaskan taubatmu, dengan penerimaan taubat dari-Nya atas dirimu. Allah swt. berfirman: ”Kemudian Allah menerima taubat mereka, agar mereka bertaubat.”

Ketika Syeikh Abul Hasan berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu, karena itu lindungilah aku, kendalikan aku, berilah aku kekuatan dan tolonglah diriku serta kokohkanlah aku. Lindungilah dan tirailah diriku dari makhluk-Mu, dan janganlah Engkau hinakan diriku di sisi Rasul-Mu.”

Tiba-tiba muncul kata-kata yang ditujukan kepadaku,
“Kamu ini musyrik.”
Lalu aku bertanya, “Bagaimana?”

Dijawab, “Sebab Anda takut dihinakan di hadapan makhluk. Seharusnya yang Anda takuti jika Allah menghinakan Anda dihadapan manusia. Disamping itu, hati Anda harus berkait dengan Allah, bukan dengan manusia, sebab Anda tahu mereka semua tak ada yang bermanfaat bagi Anda dan juga tidak membahayakan Anda. sepanjang hati Anda berkait dengan ilmu, kemampuan, ucapan, ketekunan dan ijtihad Anda, maka Anda bukanlah orang yang berharap kepada Allah, sampai Anda bisa putus asa dengan semuanya, semata bergantung dengan harapan kepada Allah Swt. dalam seluruh jiwa. Anda bisa menemukan ruh dan pengetahuan dari Allah, walaupun Anda tidak sampai pada hajat Anda, dan cahaya itu memutuskan Anda dari melihat kepada selain DiriNya dan yang menyempitkan diri Anda.”

Aku pernah bertemu Nabi Saw. bersabda: ”Orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan mendapatkan petunjuk sunnahku. Dan dia berpaling dari dunia, menghadap akhirat. Dia juga tidak bermaksiat kepada Allah. Jika terjadi kemaksiatan, ia cepat beristigfar kepada Allah, tobat dan kembali tobat.”

Lantas aku bertanya, “Apakah taubat dan kembali taubat itu?”
Rasulullah Saw. menjawab: ”Bertobat dari maksiat kepada Allah, dan kembali taubat dari taat kepada Allah, untuk menuju Allah.”

Benteng paling baik adalah segala yang muncul berupa khabar pada dirimu dalam istighfar. Hakikat istighfar, adalah bahwa diri Anda tidak memiliki ketetapan pada selain Allah. Allah swt. berfirman: ”Dan Allah tidak akan menyiksa mereka, sedang mereka sedang memohon ampunan.”

Aku pernah ingin menemui salah seorang diantara para raja, lalu dosaku menawarkan kepadaku. Ketika aku beristighfar dan taubat, aku menjadi melemah. lalu muncul kata-kata: “Ya, Allah, sesungguhnya aku memohon keteguhan dalam agama, beramal secara yakin dan mohon perlindungan kepada-Mu dari pertemuan dengan dosaku. Sebab dosa itu bisa melemahkan hatiku. Berikanlah kesaksian diriku demi Engkau, dengan kesaksian yang lebih menguatkan batin jiwaku dan lubuk hatiku.

Ya Allah, tabirilah diriku dengan Ampunan-Mu, kasihanilah daku dengan Rahmat-Mu, berilah kemampuan diriku dengan Kekuasaan-Mu, lapangkanlah diriku dengan Kehendak-Mu, berilah ilmu padaku dengan Ilmu yang sesuai dengan Ilmu-Mu, dan berikanlah diriku anugerah hikmah yang selaras dengan Hikmah-Mu, berikanlah padaku ucapan jujur dalam ibadah kepada-Mu.

Jadilah diri-Mu sebagai Pendengaran dan Penglihatan, Ucapan dan Hati, serta Akal bagiku, Tangan dan Penguat bagiku. Lindungilah diriku dari kesalahan, penyimpangan dan penentangan (kehendakMu). Lindungilah diriku dari dusta dalam ucapan dan tindakan serta tingkah laku. Lindungi diriku dari dusta dalam akad, persangkaan, dugaan, penglihatan mata dan penglihatan hati. Lindungi diriku dari kesalahan intuisi dan berfikir, begitu pula dari rahasia tersembunyi dalam godaan dan was-was, citarasa dan pemikiran, kemampuan dan kehendak, gerak dan diam, dan segala yang Engkau ketahui, wahai Dzat Yang Maha Tahu segala yang rahasia. Engkaulah Tuhanku, dan bagiku cukuplah ilmu-Mu. Aku tidak memohon dan tidak merinci.

(Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya dan Maha Murah). Inilah sekadar ibadah yang berlaku menurut kehendak-Mu, yakni ubudiah memohon dan meminta, merinci dan mentotal, ucapan dan tindakan, janji dan keadaan ruhani, dan sebagainya, berupa usaha, di diberi tanpa usaha dan meminta. (Sesungguhnya Tuhanku Maha Tahu segala sesuatu).”