Blogroll

Tampilkan postingan dengan label Aikido. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aikido. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 Januari 2012

RASA dalam AIKIDO

Karena tidak ada pertandingan di Aikido kita harus memberikan pemikiran-hati dengan sifat latihan kita. Sisi spiritual praktek juga penting, tetapi jika kita terlalu menekankan hal itu pelatihan kita menjadi idealis di alam dan aspek realistis adalah diabaikan.Kata (Bentuk) dan waza (Teknik) harus benar diakui dalam praktek.

Kata untuk Waza

Kata harus dilakukan menurut urutan tertentu atau metode yang telah diatur sebelumnya yang didasarkan pada hubungan rasional (riai). Jadi, kita tidak jatuh karena kita yang dilemparkan melainkan kita berlatih kata yang dirancang bagi kita untuk dilempar. Ketika kita menguasai sebuah gerakan rasional (kata), hal ini dinyatakan sebagai gerakan alami (Waza). Artinya, jika Anda menjadi mampu mengeksekusi kata secara spontan sebagai akibat dari latihan berulang, Anda tidak lagi melakukan suatu kata tetapi melaksanakan Waza. Kita belajar melalui kata dan menjadi tak sadar kenyataan. Dengan kata lain, selama sebagai gerakan membutuhkan perhatian kita mereka kata, ketika kata menjadi spontan mereka menjadi Waza.

Kami pertama praktik kata dasar (kihon Waza, teknik dasar) untuk mempelajari gerakan Aikido. Dasar-dasar standar (cara melihat dan berpikir) dan perspektif akal umum untuk mengamati hal-hal dengan benar. Kita harus memahami esensi dari kata, bukan penampilan luar mereka.

Sebagai contoh, dalam sebuah teka-teki yang melibatkan potongan kayu saling terkait, yang tahu penempatan (stabilitas) dari masing-masing bagian dengan memahami bentuk dan alam. Dengan cara yang sama, kita dapat mengekspresikan kata yang umum untuk semua orang dengan menunjukkan bagian umum dasar struktur tubuh manusia (misalnya, poin seperti siku menekuk ke dalam-satunya) dan kita harus menggunakan bagian-bagian dasar rasional. Ini mungkin tampak berlebihan untuk menggunakan istilah rational atau logical namun konsep-konsep ini hanya masalah akal sehat dan perlu penjelasan.

Selama kita bertahan dalam melihat kata dangkal, kita akan mulai berpikir bahwa mereka adalah penting khusus. Seseorang tidak dapat secara sistematis atau rasional menjelaskan kata apapun hanya dengan belajar secara berulang tanpa pemahaman tentang mengapa kata tertentu yang dianggap dasar. Apa yang kita peroleh dengan belajar hanya berulang-ulang adalah pelestarian bentuk (transmisi bentuk eksternal) dan tidak kemampuan untuk membuat (pemahaman tentang esensi kata). Dengan kata lain, seseorang tidak mengerti apa yang dia lakukan.

Dasar tidak sesuatu yang harus dipraktekkan tapi untuk dipahami. Apa yang mereka menunjukkan adalah mekanisme bagaimana ketidakseimbangan lawan dan menciptakan kesempatan untuk aplikasi teknik. Jika Anda salah paham ini berarti memimpin dan membimbing akan menimbulkan keyakinan bahwa seseorang dapat memimpin lawannya sirkuler. Hal ini terjadi karena salah satu tidak menyadari bahwa memimpin pasangan sirkuler menyiratkan pemisahan dan tidak jadi melihat bahwa praktek adalah sebuah ekspresi dari yin dan penggunaan kekuasaan dalam Aiki melibatkan mendorong.

Kata: Alat Pelatihan

Dalam pelatihan kita berlatih banyak teknik tetapi mereka semua variasi dari sikap tunggal. Oleh karena itu, ikkyo, shihonage dan teknik lainnya adalah sama. Alasan mereka terlihat berbeda hanya karena penampilan luar mereka terlihat. Kata adalah ekspresi dari sejumlah variasi melalui gerakan dari sebuah sikap tunggal dan tidak lebih dari alat untuk pelatihan tubuh untuk bergerak bebas. Gagasan bahwa satu adalah semua dan semua adalah satu bukan hanya masalah spiritual. Memang benar untuk tubuh kita juga.

Ini tidak berarti bahwa ada metode yang berbeda tergantung pada teknik, misalnya, mengatakan bahwa ikkyo dipraktekkan dalam satu cara dan ini dan itu teknik dengan cara lain. Mereka semua manifestasi dari gerakan tunggal. Artinya, kita berlatih berbagai kata untuk memahami gerakan tunggal asli. Ini tidak berarti bahwa ikkyo dan shihonage adalah dari nilai sebagai teknik dasar. Kita berlatih mereka hanya sebagai sarana yang nyaman untuk memahami yin dan yang dari sikap (mendasar).

Praktek Aikido adalah praktek yin. Menggunakan Judo sebagai contoh, itu seperti praktik mitra daripada randori (latihan bebas). Yin mewakili praktek terutama urutan praktek yang telah disepakati. Dengan demikian, pergantian dalam pelatihan dari penerimaan serangan ke penerapan teknik ini hanya mungkin di mana perbedaan dalam kemampuan ada. Ketika kemampuan oneâ lawan lebih unggul ini tidak mungkin. Ini adalah titik kunci dalam praktek.

Waza (gerakan alami) dinyatakan sesuai dengan level dan substansi mereka (teknik) diwujudkan secara berbeda setiap kali. Hal ini karena apa yang secara alami memiliki kemampuan sebagai dibawa keluar melalui praktik berulang) dinyatakan melalui hubungan tertentu (bentuk).

Rabu, 23 November 2011

Your Strength is Your Weakness

Apapun kondisi kita, entah itu lemah, kuat, besar, kecil, tinggi, pendek, ternyata tidak menjadi halangan untuk dapat mengalahkan lawan. Selama kita dapat mengiklaskan jiwa dan raga untuk menghadapi keadaan apa adanya, apapun bentuknya, kita akan selalu dalam kondisi siap. Ikhlas terhadap diri sendiri.

Setelah ikhlas menerima kondisi apapun, selanjutnya adalah menerima serangan dengan iklas. Dalam konteks aikido, menerima disini adalah menyambut serangan lawan. Aikido membuat pemahaman baru terhadap reaksi kita terhadap serangan lawan. Tidak menahan, tidak pula menyerang. Tidak berkhayal, tidak juga memaksakan konsentrasi. Ikhlaskan hati menerima serangan.

Selanjutnya, tuntun lawan ke arah yang aman bagi dia dan bagi kita. Saat kita berhasil mengendalikan serangan, iklaskan lawan untuk menyerah. Ikhlas saat kita berada diatas.

Pemahaman tentang besarnya peran ikhlas dalam aikido kembali ditekankan sensei Imanul Hakim, guru besar Aikido aliran Aiki-kenkyukai, dalam kunjungan di dojo Aikido PTSI, lantai 4 gedung Surveyor Indonesia, 12 Mei 2010.

Pelajaran Sensei Hakim memutarbalikan fakta bahwa untuk menjadi ahli bela diri harus menjadi kuat. Dalam aikido semua itu harus dikoreksi ulang. Dengan aikido, ketidakberdayaan dan kelemahan seorang nenek menjadi sebuah kekuatan. Sebaliknya, kekuatan seorang pria dewasa menjadi kelemahannya. Kekuatan sesungguhnya muncul ketika dia sanggup ikhlas menerima keadaan dan menempatkan diri dengan tepat dan tidak berniat mengalahkan lawan dengan mengandalkan kekuatannya. Kekuatan terletak pada hati yang ikhlas dan bersyukur.

Selain mengajarkan penempaan fisik dan mental, aikido juga mengajarkan spiritual. Spiritual ini yang akan mengantar aikidoka, sebutan terhadap mereka yang belajar aikido, kepada pemahaman jurus-jurus aikido. Penguasaan jurus-jurus ini akan membawa kepada filosofi no enemy, tidak ada musuh. Musuh hanya muncul karena cara pandang yang salah terhadap seseorang. Musuh dalam konteks aikido adalah orang yang berusaha membuat ketidakseimbangan terhadap alam. Tugas dari aikidoka untuk menjaga harmoni alam ini. Lawan bukan untuk dihindari, lawan juga bukan untuk diserang, tapi untuk diharmoniskan.

Adanya lawan dalam latihan aikido adalah salah satu cara untuk memahami ikhlas melalui gerakan aikido. Ikhlas tidak hanya diucapkan saja, tapi harus dapat dibuktikan. Melalui gerakan-gerakan dasarnya, Aikido dapat mengukur keiklasan seseorang melalui reaksi tubuh. Pada dasarnya, kita dapat melihat hati seseorang dari reaksi tubuh. Sama halnya dengan melihat raut wajah seseorang kita dapat melihat apakah dia sedang senang, sedih, kecewa atau bahagia.

Sensei Hakim lebih menekankan pemahaman terhadap esensi aikido daripada sekedar mengejar penguasaan jurus-jurus. Jurus-jurus hanya jalan atau alat untuk mendapatkan prinsip dasar aiki, yaitu:

1. Fudo Genri/ Immovable principles, prinsip untuk menyatukan pikiran,hati & tubuh.

2. Kihon Genri/ Basic Principles, prinsip dasar dalam gerakan. ini adalah prinsip yang mendasari cara bergerak yang baik sesuai hukum Aiki.

3. Aiki Genri, prinsip dasar keselarasan energi. Ini adalah prinsip yang mendasari proses harmonisasi yang harus dilakukan pada saat menghadapi konflik.

Aiki Kenkyukai sendiri adalah komunitas praktisi aikido yang dalam latihannya berusaha mengkaji aspek filosofis dari aikido disamping teknis. Filosofi Aikido sarat akan filosofi kehidupan. Jika seseorang mulai mempelajarinya, maka ia akan mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dan dapat digunakan di dalam kehidupan sehari-hari dan bukan sekedar tehnik belaka. Pada akhirnya ia dapat menerima dengan ikhlas terhadap perbedaan-perbedaan yang terjadi disekelilingnya dan mensyukurinya.

sumber: www.aiki-kenkyukai.com

Selasa, 24 Mei 2011

Sensei Imanul Hakim

"Orang yang paling kuat di aikido adalah orang yang paling murni hati dan jiwanya, paling ikhlas, dan paling sabar. Bukan orang yang paling banyak membanting lawan," kata Imanul hakim.

Suasana dojo (tempat pencerahan/tempat berlatih aikido) di jalan Cipete, Jakarta Selatan, Rabu menjelang pukul 20.00, mulai ramai. Satu demi satu aikidoka (sebutan untuk orang yang belajar aikido) berdatangan. Mereka terdiri dari siswa sekolah, mahasiswa, karyawan, para profesional, juga ibu-ibu.

Ruang berukuran 10 x 10 meter yang berlantai parkit itu sudah dialasi karpet karet. Di dinding ruangan tergantung beberapa poster bertuliskan huruf kanji Jepang. Sebuah foto O-sensei (maha guru) Morihei Ueshiba, pendiri aikido, disandingkan dengan poster-poster itu.

Seorang prig berkulit putih yang sering disapa Sensei Hakim, masuk ke dojo memperagakan beberapa teknik aikido. Ia memanggil Seorang senpai (aikidoka senior) untuk bertindak sebagai penyerang. Dengan wajah tenang, Sensei Hakim menahan serangan. Bahkan ia berputar-putar seperti sedang menari. Tak lama kemudian, senpai berbobot 100 kg itu hilang keseimbangan dan jatuh. Apa sebenarnya yang terjadi?

"Teknik aikido yang dilakukan dengan benar, akan membuat lawan tidak merasa dipaksa, tidak merasa ada dorongan, tidak merasa ada tarikan, tahu-tahu ia bergerak, kehilangan keseimbangan, dan jatuh. Ekspresinya meringis dan sekujur badannya seperti kram," kata Sensei Hakim pada saat istirahat. "Bukan karena ia menahan sakit, tetapi karena ia sulit mengendalikan diri," lanjutnya.

Tenaga orang itu sebenarnya yang dipakai untuk melawan dirinya sendiri, sampai akhirnya ia terjatuh. "Sementara ekspresi orang yang diserang tidak berubah, tenang, bahkan tersenyum. Jika berubah, berarti ada sisi negatif dalam dirinya, egonya yang tampil di situ. Dan itu sudah bukan aikido," ujarnya.

Menyatu dengan Spirit Aikido

Simpatik, tegas, bersahabat, itulah kesan pertama ketika kami menemui Sensei Hakim (33 tahun) di dojo tempatnya mengajar yang bernaung di bawah Yayasan Indonesia Aikikai. Posturnya yang tegap (tinggi 183 cm dan berat 80 kg) tampak begitu gagah pada saat mengenakan paduan dogi (baju untuk latihan) dan hakama (celana tradisional Jepang) untuk berlatih aikido. Pria berdarah campuran Lampung dan Belanda ini dalam mengajarkan aikido selalu menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada murid-muridnya.

"Saya belajar aikido di Jakarta sejak SMP. Hanya untuk mencari esensi bela diri saja," tuturnya. "Teknik saya dulu keras, tidak halus seperti sekarang ini. Dulu saya nggak percaya adanya energi atau kasih sayang," sambungnya.

Tetapi, setelah menjadi guru aikido di dojo Karawaci pada tahun 1998, dan selama lima tahun mengajar Paswapres (pasukan pengawal presiden), ia mulai merenungkan kembali esensi beladiri yang sebenarnya. "Kesimpulan saya, jika seseorang hanya mempelajari tekniknya saja, maka ia akan menjadi mesin pembunuh (killing machine). Lalu buat apa manusia dilatih jika untuk membunuh orang lain? Rasanya ada yang salah kalau beladiri dipakai untuk menghancurkan orang lain," lanjutnya.

Dasarnya cinta kasih

Setelah beberapa bulan memperdalam aikido di Jepang melalui beberapa guru, seperti Ikuhiro Kubota Shihan (Director of Nara Aikikai), Yohinobu Takeka Shihan (Director of A. K.I and Shonan Aikido Federation), dan Seigo Okamoto Soke (Head of Roppokai Daito-ryu Aikijujutsu), wawasannya semakin luas. Para sensei itu bukan sekedar mengajarkan teknik beladiri, melainkan lebih ke falsafah aikido seperti nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya dan spirit bushido (orang yang rela mengorbankan hidupnya demi hal yang dianggap mulia).

"Ternyata komponen utama dalam aikido adalah hati dan pikiran, bukan badan. Saya pun tersentuh. Saya mulai menyadari ternyata aikido ini ibarat bela diri sufi," katanya. Sufi adalah orang-orang yang mengabdikan diri dan seluruh hidup dan kehidupan mereka hanya untuk Tuhan semesta alam semata.

"Dalam hubungannya dengan bela diri sebenarnya bela diri Sufi itu tidak pernah ada, tapi hanya ungkapan atau istilah pribadi yang saya gunakan untuk menjelaskan esensi aikido, khususnya kepada mereka yang Muslim. Sama seperti falsafah Sufi, esensi aikido yang disebut takemusu aiki, tidak ada ikatan kecuali ikatan dengan Sang Pencipta. Setiap gerakan yang dilakukan terikat pada divine will dan pada tingkatan ini seseorang telah terlepas ego dan nafsu rendahnya. "Hal tersebut dijelaskan oleh O-Sensei," katanya. Aikido dasarnya cuma cinta kasih, kasih sayang kepada semua makhluk, sifatnya absolut, bahkan kepada lawan atau musuh kita. "Ini yang membuat saya jatuh cinta pada aikido," tuturnya.

Diterapkan ke semua aspek kehidupan

Sulit memisahkan antara sosok Hakim dengan aikido. Agaknya ilmu beladiri asal Jepang itu sudah merasuk ke dalam jiwanya. Apabila disodori pertanyaan, jawabannya selalu mengacu pada falsafah aikido. Sebab menurutnya, filosofi aikido dapat diterapkan ke semua aspek kehidupan, seperti ke pekerjaan, kehidupan rumah tangga, dan kesehatan.

"Intinya adalah keharmonisan, yaitu keseimbangan antara hati, tubuh, dan pikiran. Pikiran kita harus jernih, hati harus bersih, tubuh harus terpelihara. Pikiran selalu dimuati hal-hal yang positif, tubuh diisi dengan makanan yang sealami mungkin, dan hati dijaga agar selalu pada zona tulus dan ikhlas," tuturnya.

Tujuan aikido menurutnya bukanlah semata-mata belajar secara teknis mengalahkan orang yang menyerang, tetapi lebih pada penempaan diri. "Bagaimana menjaga keharmonisan diri sendiri, yaitu menyatukan hati, pikiran, dan tubuh, dalam satu kesatuan. Terkadang hati berbeda dengan pikiran dan badannya, sehingga terjadi konflik internal. Konflik inilah yang merupakan sumber segala masalah. Penyakit sering muncul dari konflik internal ini, karena adanya ketidak-seimbangan dalam tubuh," lanjutnya.

Pemikir yang Sering Merenung

Sensei Hakim adalah seorang pemikir, ia mengaku sejak remaja sudah sering merenung tentang nilai-nilai kehidupan. Misalnya, mengapa alam ini ada, mengapa ia ada, bagaimana Sang Pencipta mengatur alam ini. Sehingga, menurutnya, jika konsep sehat dikaitkan dengan kebesaran Tuhan, bukanlah hanya tidak sakit, tetapi merupakan tanggung jawab manusia untuk selalu menjaga kesehatannya. "Tuhan menciptakan kita dalam bentuk yang sempurna, ya jangan dirusak. Hidup ini amanah. Kita diberi hati adalah amanah, artinya harus dipelihara. Diberi pikiran juga amanah, demikian pula diberi badan pun amanah," katanya lagi.

Anda agaknya spiritual sekali? Pria yang pernah kuliah di Universitas Muhammadiyah jurusan tarbiyah itu tersenyum. " Dalam hidup saya ada dua hal yang menarik. Pertama, masalah spiritual dan agama. Kedua, bela diri. Kedua hal ini seakan-akan berjalan seiring, tetapi tidak bersatu. Ibaratnya satu di kanan, satu di kiri. Tetapi dalam perjalanan hidup saya, tiba-tiba keduanya kok semakin mendekat, dan akhirnya menyatu," ujarnya.

Aikido dan spiritualisme

Pun kepada murid-muridnya yang kebanyakan non-Muslim, ia selalu menanamkan nilai-nilai spiritual dengan bahasa universal. "Saya sering mengajak mereka untuk ikut merenung tentang alam semesta, atau sekadar merenungkan siapa diri kita, siapa Sang Maha Pencipta, dan tidak lupa saya selalu mengingatkan agar sebagai makhluk kita harus banyak bersyukur," katanya.

Ia pun sering memberikan kiatnya agar bisa harmonis dengan orang lain. "Kalau kita bisa melihat keagungan Tuhan pada diri orang lain, bahkan pada lawan kita, kita akan berhenti memusuhinya. Mungkin saja keberadaannya memang diciptakan untuk kita, untuk saling mengambil pelajaran. Seperti halnya fenomena siang dan malam di alam semesta ini, bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk mencapai suatu keharmonisan."

Adakah murid yang protes jika Anda memberi nasihat seperti itu? "Ya, ada murid yang nggak tahan. Mereka bilang, saya ini ngajar apa?" katanya sambil tertawa.

Diet Chi

Demi menjaga kesehatan, dalam kesehariannya bersama Shanti, istrinya, ia berusaha mengkonsumsi makanan yang bersahabat dengan tubuh. "Kunci utamanya adalah keseimbangan. Saya tidak pantang makan daging. Roti pilihan saya roti gandum. Sayur dan buah-buahan organik selalu saya usahakan, kendati masih mahal," katanya. Sedangkan makanan dalam kaleng, seperti makanan ringan atau kornet, sudah lama dihindarinya.

Pemilihan makanan sehat itu tidak terlepas dari sebuah buku Diet Chi (bahasa Mandarin chi adalah energi) yang pernah dibacanya. "Saya mencoba menerapkannya dalam keseharian meski agak sulit, karena kita sudah terkepung oleh berbagai makanan yang artifisial," ujarnya.

Buku itu membahas empat kategori penting yang berkaitan dengan chi makanan. Makanlah sesuatu pada usia chi-nya. "Misalkan kita memetik tomat dari pohonnya, lalu kita letakkan di meja tanpa kita masukkan ke kulkas. Berapa lama ia tahan? Katakanlah tiga hari, maka itulah usia chi atau usia kehidupan tomat itu, "katanya. Tetapi dengan teknologi, kita bisa memanipulasinya, misalnya dengan memasukkannya ke kulkas. "Tomat bisa tahan berminggu-minggu, tapi energinya 'terbang', sehingga yang kita makan hanya "bangkainya". Vitamin memang tersisa, tetapi kita tidak lagi mendapatkan energi yang bagus, " tuturnya.

Lalu, usahakan makan sesuatu yang tidak terkontaminasi bahan kimia, seperti sayur organik, buah organik, karena sayur dan buah organik tidak diberi pestisida. "Hal yang baik untuk pertanian kita, makanlah apa yang tumbuh di negeri/tanah sendiri," lanjutnya. Tidak mengimpor dari luar negeri, karena kita hidup di iklim yang sama, lahir di tempat yang sama, chi-nya sama. Yang kita butuhkan adalah makanan yang chi-nya sama dengan kita. "Kita nggak butuh makanan yang tumbuh di negara empat musim karena chi-nya berbeda. Kita sering bangga makan makanan luar negeri, tetapi menurut diet chi, itu salah," sambungnya.

Yang keempat, jangan memproses makanan secara berlebihan. "Kita boleh merebus makanan, tetapi jangan terlalu lama, karena chi-nya akan rusak," katanya.

Self healing dan obat alami

Dalam rangka menjaga kebugaran sebagai rasa tanggungjawab merawat kesehatannya, sebisa mungkin ia menghindari pemakaian obat-obatan. "Saya suka mengkonsumsi minuman prebiotik, terutama kalau sakit perut karena salah makan. Tetapi kalau sakit perut karena keracunan, saya memilih norit. Saya lebih suka minum obat-obat alami seperti itu," katanya.

Bahkan, ia punya cara sendiri untuk mengusir rasa sakit, seperti pengalamannya menghadapi sakit gigi. Padahal, pada saat yang bersamaan waktunya, ia harus mengajar di dojo. "Saya cuma diam mengamati diri saya sendiri, dan berbicara di dalam hati. Saya tahu gigi saya berlubang, dan saya harus ke dokter. Tapi hari ini saya harus mengajar, kasihan murid-murid saya. Besok kita ke dokter, tapi sekarang bantu saya karena saya harus konsentrasi. Gigi yang sakit diajak mengobrol saja, spontan sakitnya hilang. Berarti kita bisa bernegosiasi dengan tubuh kita, berkompromi, berbicara dengan diri kita sendiri. Biasanya berhasil, tetapi tentu saja itu dengan seizin Allah," katanya.

Apakah dengan melatih teknik-teknik aikido, seseorang bisa mendapatkan kesembuhan? "Insya Allah, bisa. Beberapa orang yang mengalami pengapuran, bisa sembuh. Tetapi tentu saja bukan penyakit yang berat seperti kanker," katanya.

Menghidupkan kembali nilai-nilai moral

Dengan membentuk komunitas aikido, ia bertujuan menghidupkan kembali nilai-nilai moral dan spiritual. "Harapan saya, aikido bisa menjadi sumbangan untuk bangsa ini. Bangsa kita adalah bangsa yang kaya tetapi miskin hati. Kita banyak dikelilingi oleh orang-orang yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan kelompoknya. Tetapi tidak bisa melihat apa yang terbaik untuk bangsa ini dan berkorban untuk itu," ujarnya.

Sebelum latihan, Sensei Hakim mengumpulkan murid-muridnya dan mengajak mereka duduk berhadapan. Mereka melakukan meditasi bersama. Meditasi itu disebut mokuso, artinya membersihkan hati dan pikiran untuk melakukan satu hal secara fokus 100%. Sebab, selama di dojo mereka tidak diperkenankan membawa hal lain. Seperti masalah yang ruwet di rumah, energi negatif dalam pikiran, emosi atau rasa kesal. "Yang harus selalu tertanam adalah rasa damai dan cinta kasih terhadap Sang Pencipta dan alam semesta yang indah ini,"katanya.

Sumber: http://cybermed.cbn.net.id/

Kamis, 28 April 2011

Seni Beladiri yang Datang dari Hati

Aikido adalah Budo. Banyak orang berpikir bahwa Budo adalah jalan (cara) untuk membela diri atau suatu alat yang dapat dipakai untuk membela diri. Pendapat ini tidak salah, namun juga belum sepenuhnya benar. Jika kita berpikir bahwa Budo hanya sebagai alat untuk membela diri, bahkan hewan pun dapat membela diri mereka dengan menggunakan kemampuan fisik dan naluri (insting). Oleh sebab itu, apabila manusia hanya dapat bergantung kepada kemampuan tubuh dan instingnya saja untuk membela diri, maka dimana perbedaan antara kita manusia dengan hewan? Sebenarnya kita dapat melihat dengan jelas perbedaan manusia dengan hewan, yaitu keberadaan hati nurani dan akal, yang hanya dimiliki oleh manusia. Orang jepang menyebut kedua hal tersebut sebagai Kokoro .

Dengan Kokoro , anda dapat menjadikan jalan peperangan menjadi jalan kedamaian dan keindahan, jalan untuk membunuh menjadi jalan untuk mencintai dan melindungi. Maka Budo bukanlah jalan untuk menghancurkan sesuatu, melainkan jalan untuk mengharmoniskan segala sesuatu di dunia ini. Bagi O Sensei Bu didalam Budo bukan berarti perang melainkan cinta kasih. Maka jelaslah bahwa intisari atau esensi dari ajaran Budo adalah Kokoro .

Budo sejati tidak berdasarkan kepada penampilan fisik dan keahlian/ kemampuan beladiri, karena segala sesuatu yang berasal dari kedua hal tersebut memiliki keterbatasan yang jelas dan sangat bergantung pada hukum relativitas. Sering kali kita membuat penilaian terhadap orang lain, hanya melalui penampilan fisik atau keahlian secara teknis saja. Sering kali kita mengatakan bahwa orang itu kuat atau orang itu lemah, orang itu cepat atau orang itu lambat,dan sebagainya . Itu semua bukan inti dari Budo yang sebenarnya. Budo sejati berdasarkan kepada Kokoro karena Kokoro memiliki batasan yang hanya Tuhan yang tahu, Budo bahkan mampu menampung luasnya alam semesta. Kokoro juga tidak mengenal hukum relativitas. Tidak ada besar, tidak ada kecil, tidak ada kuat, tidak ada lemah, semua nilai dan ukuran di dunia ini merupakan satu bagian dari alam semesta. Semua membentuk keharmonisan tanpa adanya konflik sedikitpun, sesuai dengan yang diperintahkan oleh Sang Pencipta kepada mereka. Ini bagian dari Aiki No Kokoro atau The Spirit of Aiki .

Jiwa sejati dari Budo dan Aiki adalah jiwa universal. Setiap orang dengan tidak bergantung pada keadaan fisiknya dapat mencapai kekuatan sejati dari Budo. Kekuatan sejati tidak datang dari tubuh melainkan dari hati atau Kokoro anda masing-masing. Aikido adalah Kokoro no Budo atau seni beladiri yang muncul dari hati . Setiap teknik yang anda lakukan haruslah berasal dan datang melalui hati atau Kokoro . Tanpa hal ini, maka teknik yang anda lakukan tidak akan hidup , karena teknik tersebut tidak memiliki energi kehidupan atau Ki . Bagaimanapun efektif nya suatu teknik, jika teknik tersebut tidak datang dari hati dan tidak bersandar pada ketulusan, maka hal ini dapat disebut sebagai dead technique . Dapat dikatakan tanpa hati atau Kokoro , maka tidak akan ada Ki . Tanpa Ki maka tidak akan ada Aiki , maka tidak akan ada AIKIDO. Oleh karenanya, Kokoro harus terdapat pada dasar setiap teknik dan tujuan sejati dari setiap latihan Aikido adalah untuk mendidik hati atau Kokoro serta memahami esensi dari Jiwa Aiki atau Aiki No Kokoro.

source: www.aiki-kenkyukai.com

Senin, 25 April 2011

Aiki no Kokoro (Jiwa dari Aiki) Bagian 2


Menyatu dengan lawan dapat digambarkan seperti dua sisi mata uang logam, meskipun berbeda dan bertolak belakang namun tidak mungkin ada satu sisi tanpa sisi lainnya dan tidak dapat dipisahkan. Setelah kita melebur dengan ki lawan, selanjutnya anda memelihara hubungan (koneksitas) yang harmonis dengannya setiap saat melalui sensitifitas, anda dapat mengikat ki lawan anda dalam gerakan yang anda lakukan, seakan menjadi dua kutub magnet yang saling melekat. Bila ki telah menjadi milik anda, maka anda dapat menggerakkan tubuh lawan seperti menggerakkan tubuh anda sendiri. Pada kondisi seperti ini, anda tidak merasakan lagi kekuatan atau berat tubuh lawan anda. Kedua hal tersebut seperti menghilang begitu saja, pada saat anda memulai kontak pertama dengan lawan. Hal ini yang disebut dengan ki no musubi

Ki musubi akan melahirkan kemampuan untuk mengalirkan ki lawan dengan gerakan selaras, yang disebut ki no nagare. Dapat diumpamakan sebagai aliran sungai, alur sungai tidak pernah memaksa aliran air untuk melewatinya, ia hanya menyediakan tempat termudah untuk dilalui oleh aliran air tersebut. Begitu pula air sungai tidak kuasa untuk keluar dari alur (tanah) yang telah terbentuk, sekalipun mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk menyapu bersih apa saja yang dilaluinya. Air sungai hanya dapat patuh mengikuti apa yang telah disediakan alam untuknya. Kekuatan sebesar apapun tidak akan mampu menentang hukum alam (the way of nature) yang telah Tuhan ciptakan.
O Sensei pernah berkata, siapapun yang memiliki hasrat menyerangku, akan kalah sebelum ia melakukan gerakan pertama. Karena sesungguhnya ia bukanlah menyerangku, tetapi menentang kekuatan keharmonisan alam semesta (universe). Seorang aikidoka harus mempunyai hati yang terbuka bebas dan selalu bersikap rendah hati, sehingga ki nya dapat menyatu dengan ki alam semesta yang diberikan oleh Sang Pencipta. Semua hal dan mahluk, baik spiritual maupun material, diseluruh alam semesta ini, memiliki satu ki yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Satu. Mereka merupakan satu kesatuan yang harmonis. Lihatlah alam yang ada di sekeliling kita yang begitu selaras dan indah. Perhatikan pula planet-planet yang berputar mengelilingi tata surya, serta milyaran bintang di galaksi. Mereka tidak pernah berbenturan satu sama lain. Mereka berotasi dan berevolusi dengan harmonis, sehingga membentuk energi yang sangat besar di alam semesta. Itu semua disebabkan oleh karena mereka menyerahkan diri mereka secara mutlak dan mematuhi hukum serta kehenda Sang Pencipta.
Penyerahan diri secara mutlak dalam situasi apapun terhadap Sang Sumber Kehidupan akan melahirkan energi kreatif yang tidak terbatas secara material dan spiritual. O Sensei menyebutnya sebagai takemusubi aiki yang merupakan pencapaian nilai spiritual tertinggi didalam aikido. Bahkan ketika menghadapi suatu serangan sekalipun, hati kita tidak terkait atau terikat dengang si penyerang, teptapi terikat erat dengan tali langit yang menghubungkan kuta pada Sang Pencipta. Tubuh material dan spiritual akan diliputi oleh energi aiki yang terpancar keseluruh arah dan meyatu dengan energi alam semesta. Siapa saja yang berusaha menyerang akan lebur secara harmonis didalamnya tanpa daya. Tubuh dan hati bergerak berdasarkan tuntunan langit, sehingga apapun yang anda lakukan akan menjadi teknik yang tak terbayangkan sebelumnya (kami waza). Ini adalah bentuk tanpa bentuk, teknik tanpa teknik dan anda tidak akan memahaminya sampai anda mengalaminya.
Jalan aiki adalah sebuah jalan keharmonisan yang berbasiskan pada cinta dan kasih sayang secara universal. Juga jalan untuk melingkupi semua mahluk ciptaan dan menjaganya dari kehancuran. Hal ini disebut ban yu ai go. Tambahan lagi, kemenangan sejati adalah kemenangan atas diri sendiri dan bukan atas diri orang lain (masakatsu agatsu). Semua hal diatas bukanlah teori atau kumpulan kata-kata indah belaka, tetapi sesuatu yang benar-benar nyata. Anda harus menempatkannya di hati yang terdalam dan mempraktekkannya melalui latihan, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan.

Minggu, 24 April 2011

Aiki no Kokoro (Jiwa dari Aiki) Bagian 1




Langkah pertama untuk mempelajari Aikido adalah untuk memahami jiwanya (spirit/ kokoro), sedangkan langkah pertama untuk mempelajari jiwa Aiki (aiki no kokoro) adalah memulainya dengan memahami diri kita sendiri. Artinya anda mempelajari tentang hati, pikiran dan tubuh kita sebagai satu kesatuan.
Menyatukan jiwa dan tubuh bukanlah hal yang mudah, salah satu jalan termudah adalah denga memusatkan pikiran dan energi kita pada seika tanden (ichi no itten) atau biasa disebut hara. Orang timur yakin bahwa, hara atau tanden yang terletak kira-kira 3 cm dibawah pusar, sebagai pusat dan poros energi kehidupan dalam diri manusia. Orang cina biasa menyebut titik atau tempat ini sebagai lautan ki atau sea of chi
Dengan memusatkan fikiran dan energi kita pada tanden, maka secara otomatis kita akan merasa lebih relaks dan semua gerakan kita akan lebih stabil dan terkontrol. Kondisi ini adalah kondisi mutlak yang kita perlukan untuk melakukan teknik-teknik aikido. Tetapi memelihara konsentrasi pada tanden saja tidaklah banyak berarti, jika kita tidak sertai dengan memelihara hati agar selalu dalam nilai kebaikan dan ketulusan. Sifat kebencian, permusuhan, kemarahan, kesombongan atau sifat negatif lainnya tidak dapat bersemayam didasar setiap teknik aikido. Jika kita melakukan teknik aikido didasari oleh sikap hati yang buruk (negative manner of Ki), maka tubuh kita akan bergerak mengikuti hawa nafsu ( desire) dan ego (selfishness). Setelah itu kita akan segera kehilangan ketenangan hati, tidak lagi dapat berpikir jernih, tubuh akan menjadi keras dan kaku. Dengan demikian kita telah kehilangan kontrol terhadap diri sendiri dan orang yang kita hadapi. Kita telah kehilangan aiki no kokoro
Oleh karena itu menjaga hati dan pikiran dalam keadaan positif merupakan hal yang sangat penting dalam berlatih aikido. Dalam latihan kita harus memiliki ketulusan hati yang sejati disebut makoto atau true heart dan juga sikap rendah hati terhadap partner latihan kita. Kesombongan hanya akan membuahkan kebodohan pada diri sendiri. Sedangkan sikap rendah hati akan melahirkan pohon pengetahuan dan akan terus berbuah selama kita memeliharanya. Jiwa ini disebut shoshin atau beginner spirit
Dengan melakukan teknik yang terfokus pada tanden, serta menjaga ketulusan hati pada setiap gerakan yang kita lakukan, akan menjadikan jiwa dan tubuh berada dalam keadaan satu kesatuan yang bergerak secara harmonis dan akan memancarkan energi kehidupan yang sangat kuat, dimana energi ini disebut Ki. Melalui keadaan ini kita dapat melakukan penetrasi pada orang yang kita hadapi tanpa sedikitpun konflik. Dengan demikian kita telah memasuki langkah kedua dalam Aiki yaitu keharmonisan diri dengan orang lain.
Sebagaimana jiwa dan tubuh kita menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, demikian pula inti keharmonisan dengan orang lain, yaitu untuk menjadi satu kesatuan dengannya. Mengharmoniskan orang lain bukan berarti mengalah untuk menang, bukan pula berkompromi, melainkan dengan meleburkan ki kita dengan ki orang lain dalam suatu keharmonisan secara instan. Ini merupakan konsep spiritual sekaligus fisikal yang disebut awase atau ki no awase (sinkronisasi ki).
Guna memahami konsep ki no awase, kita terlebih dahulu harus memahami apa yang disebut tai atari (honest body contact). Kuncinya adalah memelihara ketulusan hati dan kejernihan pikiran pada setiap saat, khususnya pada saat menghadapi orang lain. Hal ini tidak mudah, tetapi kita harus ingat bahwa O Sensei pernah berkata tidak ada musuh dalam aikido saya. Ini berarti jangan sampai ada musuh didalam hati dan pikiran kita. Apabila lawan datang datang menghampiri kita kemudian kita melihatnya sebagai musuh, maka hati kita akan dipenuhi perasaan takut, benci, marah atau setidaknya perasaan tidak suka, sehingga tai atari tidak tercapai. Sebaliknya bila anda menyambut agresi lawan dengan hati dan pikiran yang terbuka dan tulus, tidak menolaknya serta melihatnya sebagai suatu manfaat maka dengan mudah kita akan melebur dengan lawan kita serta menjadikan konflik sebagai jalan menuju keharmonisan. Hal ini yang disebut sebagai ki no awase. Sekali lagi kita harus ingat bahwa tidak ada musuh dalam aikido sehingga jika anda merasa ada musuh, maka sadarilah bahwa satu-satunya musuh adalah diri sendiri.

source: http://www.aiki-kenkyukai.com

Kamis, 07 April 2011

CARA MEMAKAI OBI/SABUK

Beberapa rekan bertanya pada saya, bagaimana sih cara memakai Obi/Sabuk yang benar…, dan pertanyaan tersebut memberi ide buat saya untuk membuat panduan singkat mengenai Cara Memakai Obi/Sabuk ini.
Berikut langkah-langkah cara mengikat Obi/Sabuk, sbb :

123

1. Pegang ujung A (biasanya yg terdapat tulisan/logo di ujungnya) dan letakkan di sebelah kiri pinggang (lihat Gambar 1),

2. Kemudian lilitkan ujung B melingkar pinggang sebanyak 2 kali lilitan (lihat Gambar 2 & 3),

45

3. Setelah kedua ujung sabuk bertemu di depan kemudian ujung B selipkan ke bawah lilitan sabuk tadi dari arah bawah ke atas (lihat Gambar 4 & 5),

6

4. Kemudian samakan panjang kedua ujungnya, ujung A & B (lihat Gambar 6),

78

5. Langkah berikutnya, masukkan ujung A di tengah antara lilitan pertama dan kedua, dari bawah-ke atas-trus diselipkan ke arah bawah (lihat Gambar 7 & 8),

910

6. Setelah itu masukkan ujung yang satunya (ujung B) dari atas masuk ke arah dalam lubang yang dibuat saat ujung A tadi diselipkan ke dalam lilitan sabuk (lihat Gambar 9),

7. Setelah itu tarik kedua ujung Obi/Sabuk, dan kemudian rapikan bentuk simpulnya (lihat Gambar 10).

Demikian semoga artikel ini dapat membantu rekan-rekan saat mengikat Gi/Dogi (baju latihan) menggunakan Obi/Sabuk.
Memang tidak ada standard khusus mengenai cara memakai Obi/Sabuk, akan tetapi dengan mengikat Obi/Sabuk secara benar akan memberikan keuntungan bagi kita yaitu Obi/Sabuk tidak akan mudah kendor/terlepas dan juga akan terlihat lebih rapi.

Note : Usahakan panjang sabuk disesuaikan dengan tinggi badan/ukuran lingkar pinggang agar saat memakai Obi/Sabuk tersebut tidak terlihat terlalu pendek/terlalu panjang.


Lihat videonya:




sumber: aikidosurabaya.wordpress.com


Kamis, 31 Maret 2011

Prinsip Dasar Aiki (Aiki no Genri)

1. Fudo Genri/ Immovable principles:

Prinsip untuk menyatukan pikiran,hati & tubuh. ini adalah prinsip dasar yang pertama harus dilatih, didalamnya ada 4 poin penting.

a. Selalu berkonsentrasi pada seika tanden.

b. Selalu menjaga keadaan pikiran, hati & tubuh rileks.

c. Manifestasikan Ki dalam setiap perbuatan.

d. Menjaga Mu Shin.

2. Kihon Genri/ Basic Principles:

Prinsip dasar dalam gerakan. ini adalah prinsip yang mendasari cara bergerak yang baik sesuai hukum Aiki.

a. Chushin: Garis pusat

Segala sesuatu untuk dapat seimbang dan bergerak dengan baik harus memiliki garis pusat, dan bergerak dengan menjadikan garis pusatnya sendiri sebagai patokan.

b. Shuchu: Fokus

Proyeksi pikiran dan keyakinan hati dibutuhkan untuk dapat menggerakan bukan hanya badan fisik tapi juga energi.

c. Kokyu: Singkronisasi Nafas

Nafas adalah penghubung antara badan fisik dan energi seseorang, untuk dapat bergerak sebagai satu kesatuan yang kokoh, haruslah diperhatikan keselarasan antara gerak fisik dengan konsumsi energi sehingga gerakan dapat lebih efektif dan efisien.

d. Enshin: Gerakan melingkar

Semua gerakan yang dilakukan haruslah secara esensial berbentuk lingkaran, lingkaran adalah gerakan alamiah yang sangat efisien dan meminimalisir/ menetralkan konflik.

3. Aiki Genri:

Prinsip dasar keselarasan energi. ini adalah prinsip yang mendasari proses harmonisasi yang harus dilakukan pada saat menghadapi konflik.

a. Awase : Penyatuan hubungan/ blending

Sebuah keharmonisan diawali oleh proses penyatuan, sesuatu belum dapat dibilang harmonis, pas, klop, dengan yang sesuatu yang lain selama belum terdapat hubungan yang menyatakan bahwa kedua hal tersebut adalah sebuah kesatuan.

b. Musubi: Keterikatan/ connection

Tahap kedua dari proses harmonisasi adalah terjadi/ munculnya keterikatan satu sama lain, sehingga aksi dari satu pihak akan berakibat reaksi dari pihak lain.

c. Nagare: mengalir tanpa hambatan

Tahap berikutnya adalah penyatuan dan keterikatan dari pihak-pihak yang sedang berinteraksi menghasilkan sebuah interaksi yang sinergis sehingga, keseluruhan komponen yang telah menjadi satu kesatuan tersebut, bergerak layaknya sebuah sistem yang mengalir tanpa hambatan.

d. Takemusu Aiki: Manifestasi dari Aiki yang bersifat hampir tak terbatas.Pada tahap ini, keselarasan dari tiap-tiap komponen telah demikian optimal sehingga dilihat dari sisi manapun, dalam bentuk apapun, kapan-pun, interaksi dari tiap-tiap komponen dapat dinilai/ dirasakan sebagai sebuah keharmonisan.