Blogroll

Minggu, 24 April 2011

Aiki no Kokoro (Jiwa dari Aiki) Bagian 1




Langkah pertama untuk mempelajari Aikido adalah untuk memahami jiwanya (spirit/ kokoro), sedangkan langkah pertama untuk mempelajari jiwa Aiki (aiki no kokoro) adalah memulainya dengan memahami diri kita sendiri. Artinya anda mempelajari tentang hati, pikiran dan tubuh kita sebagai satu kesatuan.
Menyatukan jiwa dan tubuh bukanlah hal yang mudah, salah satu jalan termudah adalah denga memusatkan pikiran dan energi kita pada seika tanden (ichi no itten) atau biasa disebut hara. Orang timur yakin bahwa, hara atau tanden yang terletak kira-kira 3 cm dibawah pusar, sebagai pusat dan poros energi kehidupan dalam diri manusia. Orang cina biasa menyebut titik atau tempat ini sebagai lautan ki atau sea of chi
Dengan memusatkan fikiran dan energi kita pada tanden, maka secara otomatis kita akan merasa lebih relaks dan semua gerakan kita akan lebih stabil dan terkontrol. Kondisi ini adalah kondisi mutlak yang kita perlukan untuk melakukan teknik-teknik aikido. Tetapi memelihara konsentrasi pada tanden saja tidaklah banyak berarti, jika kita tidak sertai dengan memelihara hati agar selalu dalam nilai kebaikan dan ketulusan. Sifat kebencian, permusuhan, kemarahan, kesombongan atau sifat negatif lainnya tidak dapat bersemayam didasar setiap teknik aikido. Jika kita melakukan teknik aikido didasari oleh sikap hati yang buruk (negative manner of Ki), maka tubuh kita akan bergerak mengikuti hawa nafsu ( desire) dan ego (selfishness). Setelah itu kita akan segera kehilangan ketenangan hati, tidak lagi dapat berpikir jernih, tubuh akan menjadi keras dan kaku. Dengan demikian kita telah kehilangan kontrol terhadap diri sendiri dan orang yang kita hadapi. Kita telah kehilangan aiki no kokoro
Oleh karena itu menjaga hati dan pikiran dalam keadaan positif merupakan hal yang sangat penting dalam berlatih aikido. Dalam latihan kita harus memiliki ketulusan hati yang sejati disebut makoto atau true heart dan juga sikap rendah hati terhadap partner latihan kita. Kesombongan hanya akan membuahkan kebodohan pada diri sendiri. Sedangkan sikap rendah hati akan melahirkan pohon pengetahuan dan akan terus berbuah selama kita memeliharanya. Jiwa ini disebut shoshin atau beginner spirit
Dengan melakukan teknik yang terfokus pada tanden, serta menjaga ketulusan hati pada setiap gerakan yang kita lakukan, akan menjadikan jiwa dan tubuh berada dalam keadaan satu kesatuan yang bergerak secara harmonis dan akan memancarkan energi kehidupan yang sangat kuat, dimana energi ini disebut Ki. Melalui keadaan ini kita dapat melakukan penetrasi pada orang yang kita hadapi tanpa sedikitpun konflik. Dengan demikian kita telah memasuki langkah kedua dalam Aiki yaitu keharmonisan diri dengan orang lain.
Sebagaimana jiwa dan tubuh kita menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, demikian pula inti keharmonisan dengan orang lain, yaitu untuk menjadi satu kesatuan dengannya. Mengharmoniskan orang lain bukan berarti mengalah untuk menang, bukan pula berkompromi, melainkan dengan meleburkan ki kita dengan ki orang lain dalam suatu keharmonisan secara instan. Ini merupakan konsep spiritual sekaligus fisikal yang disebut awase atau ki no awase (sinkronisasi ki).
Guna memahami konsep ki no awase, kita terlebih dahulu harus memahami apa yang disebut tai atari (honest body contact). Kuncinya adalah memelihara ketulusan hati dan kejernihan pikiran pada setiap saat, khususnya pada saat menghadapi orang lain. Hal ini tidak mudah, tetapi kita harus ingat bahwa O Sensei pernah berkata tidak ada musuh dalam aikido saya. Ini berarti jangan sampai ada musuh didalam hati dan pikiran kita. Apabila lawan datang datang menghampiri kita kemudian kita melihatnya sebagai musuh, maka hati kita akan dipenuhi perasaan takut, benci, marah atau setidaknya perasaan tidak suka, sehingga tai atari tidak tercapai. Sebaliknya bila anda menyambut agresi lawan dengan hati dan pikiran yang terbuka dan tulus, tidak menolaknya serta melihatnya sebagai suatu manfaat maka dengan mudah kita akan melebur dengan lawan kita serta menjadikan konflik sebagai jalan menuju keharmonisan. Hal ini yang disebut sebagai ki no awase. Sekali lagi kita harus ingat bahwa tidak ada musuh dalam aikido sehingga jika anda merasa ada musuh, maka sadarilah bahwa satu-satunya musuh adalah diri sendiri.

source: http://www.aiki-kenkyukai.com

Kamis, 07 April 2011

CARA MEMAKAI OBI/SABUK

Beberapa rekan bertanya pada saya, bagaimana sih cara memakai Obi/Sabuk yang benar…, dan pertanyaan tersebut memberi ide buat saya untuk membuat panduan singkat mengenai Cara Memakai Obi/Sabuk ini.
Berikut langkah-langkah cara mengikat Obi/Sabuk, sbb :

123

1. Pegang ujung A (biasanya yg terdapat tulisan/logo di ujungnya) dan letakkan di sebelah kiri pinggang (lihat Gambar 1),

2. Kemudian lilitkan ujung B melingkar pinggang sebanyak 2 kali lilitan (lihat Gambar 2 & 3),

45

3. Setelah kedua ujung sabuk bertemu di depan kemudian ujung B selipkan ke bawah lilitan sabuk tadi dari arah bawah ke atas (lihat Gambar 4 & 5),

6

4. Kemudian samakan panjang kedua ujungnya, ujung A & B (lihat Gambar 6),

78

5. Langkah berikutnya, masukkan ujung A di tengah antara lilitan pertama dan kedua, dari bawah-ke atas-trus diselipkan ke arah bawah (lihat Gambar 7 & 8),

910

6. Setelah itu masukkan ujung yang satunya (ujung B) dari atas masuk ke arah dalam lubang yang dibuat saat ujung A tadi diselipkan ke dalam lilitan sabuk (lihat Gambar 9),

7. Setelah itu tarik kedua ujung Obi/Sabuk, dan kemudian rapikan bentuk simpulnya (lihat Gambar 10).

Demikian semoga artikel ini dapat membantu rekan-rekan saat mengikat Gi/Dogi (baju latihan) menggunakan Obi/Sabuk.
Memang tidak ada standard khusus mengenai cara memakai Obi/Sabuk, akan tetapi dengan mengikat Obi/Sabuk secara benar akan memberikan keuntungan bagi kita yaitu Obi/Sabuk tidak akan mudah kendor/terlepas dan juga akan terlihat lebih rapi.

Note : Usahakan panjang sabuk disesuaikan dengan tinggi badan/ukuran lingkar pinggang agar saat memakai Obi/Sabuk tersebut tidak terlihat terlalu pendek/terlalu panjang.


Lihat videonya:




sumber: aikidosurabaya.wordpress.com


Minggu, 03 April 2011

JAGAD KECIL JAGAD BESAR

Guna melatih mengenali dan mengendalikan hawa nafsu, sekaligus memahami kehidupa...n serta membangun kepedulian terhadap sesamanya, ayah dan ibu melatih melakukan berbagai puasa semenjak saya berusia lima tahun. Dengan aneka macam puasa seperti puasa Ramadhan, puasa mutih dengan hanya semata-mata makan nasi putih dan minum air putih, puasa ngrowot dengan hanya memakan buah-buahan segar, semua pemahaman tadi diajarkan kepada kami.

Dalam beberapa hal pelajaran itu bisa langsung saya cerna dan pahami. Namun ada satu hal yang ternyata baru bisa saya mengerti setelah dewasa, yaitu pemahaman tentang pengibaratan manusia sebagai jagad (alam) kecil dan jagad besar.

Dalam buku “Memaknai Kehidupan” saya telah menulis, paham Jawa sering menyebut manusia dan alam raya sebagai jagad kecil dan jagad besar. Tetapi kadang-kadang juga disebut kebalikannya. Akibatnya saya pun jadi bingung.

Alhamdulillah, uraian Prof.Dr.KH. Muhibbuddin Wally dalam buku “Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawuf” yang membahas Kitab Al Hikam yang tersohor karya Al-Iman Ahmad Abul Fadhal gelar Tajuddin bin Muhammad bin Abdul Karim bin Athaillah Askandary, kemudian dapat menjawab kebingungan saya selama ini. Padahal sebelumnya saya telah mencoba mendalami berbagai buku tentang hal tersebut, baik buku-buku asli seperti Kidung Kawedar, Centini, Wedhatama, Wulangreh, Serat Nitiprana, Cipta Waskita, Dewa Ruci dan lain-lain, maupun tulisan-tulisan pengamat zaman sekarang.

Menurut pembahasan kitab Al Hikam tersebut, manusia akan menjadi copy dari alam atau jagad raya, atau menjadi alam kecil apabila rohaninya tidak dapat mengalahkan kemanusiaannya. Sebaliknya jika rohaninya bisa menundukkan unsur kemanusiaannya, unsur lahiriah-nya, atau hakikat dirinya lebih menonjol dibanding jangkauan pancainderanya, maka masuklah ia ke dalam “alam malakut yang jabarut”. Dalam keadaan yang seperti itu manusia menjadi jagad besar, sedangkan alam yang kita lihat justru menjadi copy dari manusia. Begitu besar rohani kita sehingga tidak dapat ditampung oleh bumi dan langit.

Kita semua sependapat bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu ruh dan tubuh. Tetapi mengenai ruh dan jiwa, sulit dipisahkan dan dibedakan. Meskipun demikian, sebagian penganut tasawuf membedakan ruh dengan jiwa. Sebab jiwa itu merupakan perpaduan antara ruh dengan tubuh, dengan jasad lahir. Jadi jiwa adalah hasil kinerja antara ruh dengan jasad.

Jiwa manusia menurut Al Hikam, apabila suci dari segala kekeruhan yang datang dari alam lahiriah, maka naiklah jiwa tersebut ke alam jabarut, yaitu alam dimana malaikat termasuk dalam salah satu jenisnya. Dalam keadaan seperti ini tidak ada dinding penghalang antara sang jiwa dengan Sang Pencipta. Di mata orang yang memiliki jiwa seperti itu, alam raya nampak begitu kecil bagaikan sebutir biji sawi. Alam raya yang tertangkap oleh pancainderanya menjadi alam kecil, sedangkan dirinya menjadi alam besar.

Manusia yang seperti itu memperoleh sebutan Rohaniyin Malakutiyin, manusia-manusia rohani yang berada dalam alam malaikat, yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera manusia. Tubuh manusia yang seperti itu meskipun berada di kalangan manusia dan makhluk-makhluk lain, tetapi jiwanya melakukan perjalanan yang tidak terbatas lagi, tiada ujung, untuk senantiasa berada di sisi Allah Yang Maha Agung. Demikian pula sebaliknya, manusia disebut alam kecil yang merupakan copy dari alam mayapada, karena berbagai hakikat alam makhluk terkumpul padanya. Ada sifat setan yang keras kepala dan senang berbuat dosa. Ada sifat binatang, yang mudah marah dan kalap seperti singa buas, atau selalu berkobar nafsu syahwatnya tanpa mengenal malu dan membedakan sanak saudara seperti babi. Ada anjing yang meskipun sudah diberi makanan yang bagus-bagus toh masih tetap rakus akan bangkai, atau serigala yang penuh tipu daya dan suka main keroyok.

Manusia juga memiliki sifat tumbuh-tumbuhan, yang semula kecil, subur dan indah, menjadi besar, tua dan layu kemudian mati. Memiliki sifat langit yang dapat menjadi tempat rahasia dan cahaya dari ilmu, akal dan nuraninya. Memiliki sifat bumi, sifat Al-Qalam, sifat Lauhil Mahfuz sebagai tempat menyimpan ilmu, serta sifat-sifat ketuhanan.

Hatta, jika manusia tidak dapat mengelola dengan baik berbagai sifat tersebut, bahkan sebaliknya diperbudak, maka dirinya hanyalah merupakan alam kecil. Naudzubillah.

Copy Right: Tasawuf Jawa

Kamis, 31 Maret 2011

Prinsip Dasar Aiki (Aiki no Genri)

1. Fudo Genri/ Immovable principles:

Prinsip untuk menyatukan pikiran,hati & tubuh. ini adalah prinsip dasar yang pertama harus dilatih, didalamnya ada 4 poin penting.

a. Selalu berkonsentrasi pada seika tanden.

b. Selalu menjaga keadaan pikiran, hati & tubuh rileks.

c. Manifestasikan Ki dalam setiap perbuatan.

d. Menjaga Mu Shin.

2. Kihon Genri/ Basic Principles:

Prinsip dasar dalam gerakan. ini adalah prinsip yang mendasari cara bergerak yang baik sesuai hukum Aiki.

a. Chushin: Garis pusat

Segala sesuatu untuk dapat seimbang dan bergerak dengan baik harus memiliki garis pusat, dan bergerak dengan menjadikan garis pusatnya sendiri sebagai patokan.

b. Shuchu: Fokus

Proyeksi pikiran dan keyakinan hati dibutuhkan untuk dapat menggerakan bukan hanya badan fisik tapi juga energi.

c. Kokyu: Singkronisasi Nafas

Nafas adalah penghubung antara badan fisik dan energi seseorang, untuk dapat bergerak sebagai satu kesatuan yang kokoh, haruslah diperhatikan keselarasan antara gerak fisik dengan konsumsi energi sehingga gerakan dapat lebih efektif dan efisien.

d. Enshin: Gerakan melingkar

Semua gerakan yang dilakukan haruslah secara esensial berbentuk lingkaran, lingkaran adalah gerakan alamiah yang sangat efisien dan meminimalisir/ menetralkan konflik.

3. Aiki Genri:

Prinsip dasar keselarasan energi. ini adalah prinsip yang mendasari proses harmonisasi yang harus dilakukan pada saat menghadapi konflik.

a. Awase : Penyatuan hubungan/ blending

Sebuah keharmonisan diawali oleh proses penyatuan, sesuatu belum dapat dibilang harmonis, pas, klop, dengan yang sesuatu yang lain selama belum terdapat hubungan yang menyatakan bahwa kedua hal tersebut adalah sebuah kesatuan.

b. Musubi: Keterikatan/ connection

Tahap kedua dari proses harmonisasi adalah terjadi/ munculnya keterikatan satu sama lain, sehingga aksi dari satu pihak akan berakibat reaksi dari pihak lain.

c. Nagare: mengalir tanpa hambatan

Tahap berikutnya adalah penyatuan dan keterikatan dari pihak-pihak yang sedang berinteraksi menghasilkan sebuah interaksi yang sinergis sehingga, keseluruhan komponen yang telah menjadi satu kesatuan tersebut, bergerak layaknya sebuah sistem yang mengalir tanpa hambatan.

d. Takemusu Aiki: Manifestasi dari Aiki yang bersifat hampir tak terbatas.Pada tahap ini, keselarasan dari tiap-tiap komponen telah demikian optimal sehingga dilihat dari sisi manapun, dalam bentuk apapun, kapan-pun, interaksi dari tiap-tiap komponen dapat dinilai/ dirasakan sebagai sebuah keharmonisan.

Kamis, 17 Februari 2011

Cepat Sembuh Istriku..

Semalaman tidur nggak nyenyak gara-gara istri sakit batuk nggak kunjung sembuh. Batuk yang disertai dengan sesak nafas. Kasihan benar kamu istriku...udah batuk, sesak nafas nggak bisa tidur lagi. Aku hanya bisa bantu kamu mijitin...semoga adik kecil di perutmu nggak terpengaruh oleh batuk mu yach...AMIN..AMIN! Alhmdulillah setelah pagi2 diperiksakan ke PKU Muhammadiyah batuk dan sesak nafasmu sembuh.Besok jangan masuk kerja dulu ya Yank, demi kebaikanmu dan anak kita...!